Sunday 25 October 2015

Nggak usah takut nonton pembukaan pameran!

Bagi kita yang sering nonton sebuah pembukaan pameran mungkin judul di atas sebuah lelucon. Tapi bagi sementara orang yang tak tahu menahu tentang dunia pameran seni rupa adalah persoalan serius.
Sebuah pameran seni rupa biasanya diawali dengan ceremony atau upacara bukan bendera untuk peresmian. Dalam bahasa asing biasa dikatakan opening atau vernissage. Tamu-tamu pada waktu pembukaan adalah orang-orang yang mendapat undangan atau teman-teman seniman yang kebetulan bisa hadir. Tapi sebenarnya semua orang boleh datang, apalagi jika acara tersebut disebarluaskan melalui poster dst.

Pada waktu pembukaan pameran seni rupa hampir selalu ada hidangan gratis. Pola menghidangkan sesuatu yang kostenlos ini ditujukan agar pembukaan pameran lebih seru karena banyak yang datang. So ketika pembukaan pameran kita malah nggak akan dapat konsentrasi penuh melihat karya yang dipamerkan. Selain antri makanan gratis sambil kadang menikmati hiburan musik,  juga ketemu kolega dan teman-teman yang sehari-harinya jarang ketemu atau pun kenalan baru. Jadi kadangkala selain makan minum gratis pada sebuah acara pembukaan pameran, kebutuhan sosialisasi lebih penting daripada menyaksikan karya yang dipajang.

Orang yang tidak pernah atau belum tahu, akan berpikir ulang jika ingin mengunjungi acara pembukaan pameran, mereka berpikir kalau datang ke pembukaan pameran pasti membeli tiket masuk atau mengeluarkan uang untuk membeli makanan. Memang ada beberapa pameran yang makanan dan minumannya dijual, tapi itu hanya kasus kecil, prosentasinya kecil sekali.
Justru makanan dan minuman yang disediakan tersebut sebagai umpan! Kita para pengunjung adalah ikan-ikan yang berenang bebas, ketika memakan umpan sekalipun kita tetap bebas tak perlu membeli karya yang sedang dipamerkan. Biarlah orang yang sudah kelebihan uang yang mengamankan karya tersebut.

Pihak penyelenggara pameran telah rela mengalokasikan dana yang tidak sedikit untuk sesi konsumsi, maka dari itu mari teman-teman janganlah ragu apalagi takut untuk datang ke sebuah pembukaan pameran.
Selain mendapatkan santapan jasmani kita juga dapatkan yang rohani, selain mengapresisasi karya seniman sekaligus juga bisa membangun jaringan pertemanan yang tak diduga sebelumnya. Yak sip!


Wednesday 14 October 2015

Siasat orang kecil


Saya dilahirkan di sebuah keluarga besar yang sangat sangat sederhana. Kami, tujuh bersaudara, orang tua kami adalah dari golongan buruh kasar. Ayahku sampai sekarang (yang seharusnya sudah pensiun seandainya dia pegawai negeri) masih bekerja sebagai tukang besi di proyek-proyek ketika ada panggilan, sementara ibuku belum lama menemukan kembali bakat wiraswastanya setelah lama memburuh, beliau sekarang membuka usaha warung sarapan di rumah kami satu-satunya.

Sejarah keluarga kami bukanlah sejarah orang besar yang bergelimang kesuksesan, sehingga tak menarik untuk dicatatkan. Namun semua keadaan yang serba kekurangan itu membuat kami tahan banting. Terbukti beberapa dari kami mampu menyiasati keadaan. Empat dari kami mendapatkan keberuntungan ikut merasakan indahnya dunia perguruan tinggi, seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Sesuatu yang belum bahkan tak pernah dibayangkan oleh kedua orang tua kami, ayahku cuma lulusan SMEP (sekelas SMK mungkin) sementara ibuku cuma lulus SD (sebuah kewajaran pada generasinya).

Di sebuah negara yang kaya raya alamnya, pendidikan masih barang yang sangat mahal sekali. Orang-orang seperti kami musti berjuang lebih keras dari biasanya untuk bisa bersekolah jika dibandingkan dengan anak-anak para pembesar, para pembuat kebijakan, yang menentukan nasib semua penduduk negeri.
Konon kabarnya anggaran pendidikan di apbn sudah mencapai 20 persen, tapi kenapa biaya pendidikan malah makin membumbung tinggi?.. (sebuah pertanyaan bodoh yang sulit dijawab dengan pintar).
Para pendukung Orde Baru makin tertawa terbahak-bahak menyaksikan dunia pendidikan saat ini. Banyak sekali bahkan hampir sebagian besar anak para pembesar bersekolah diluar negeri yang biayanya sangat-sangat minimal bahkan bisa dikatakan gratis jika dibandingkan dengan biaya pendidikan di dalam negeri. Kenapa mereka tidak berupaya membuat undang-undang yang menjamin semua warga negara tanpa kecuali memperoleh pengetahuan secara cuma-cuma? Apa yang mereka takutkan jika semua orang cerdas dari semua golongan mempunyai kesempatan yang sama?
Apakah mereka para pembuat kebijakan itu takut, akan terlalu banyak orang pintar lagi yang akan kritis?
Seperti ada sesuatu yang selalu ditutup-tutupi, agar keadaan tetap stabil alias tak bergerak.
Apa karena mereka takut bahwa ada sesuatu yang besar akan terbongkar jika semua orang jadi lebih cerdas dari biasanya? seperti iklan rokok yang dulu sempat populer: Tanya Kenapa?

apropo: ayahku adalah perokok berat, beruntung hanya satu anaknya yang mengikuti kebiasaan beliau. Kesehatan bukanlah yang utama kenapa kami menghindari rokok, melainkan perhitungan matematika. Jika merokok, kami hanya membakar hidup-hidup uang kami, yang jumlahnya sangat sedikit itu, demi mengepulkan asap melalui mulut. Hemat kami lebih baik uang itu dipakai untuk menjaga stabilitas dapur agar selalu tetap mengepul atau menabung untuk pendidikan.

Monday 12 October 2015

simpel


Aku ingin berpikir sederhana, tidak perlu memutar kalau mau ke suatu sana.
Aku ingin berpikir sederhana, minum seketika haus, makan jikalau perut memainkan orkes.
Aku ingin biasa saja, seperti orang-orang pada umumnya, tak perlu beda segala rupa.
Aku ingin biasa saja, namun tetap eling lan waspada!

Friday 9 October 2015

tong-tong!

Sri Maryanto, Goodman, Lithographie, 2013
Sorot matanya setajam pedang samurai, ketika mulai bicara berbinar-binarlah cahaya matanya. Pun ketika dia dengan hikmat mendengarkan lawan bicara. Bicaranya ceplas-ceplos, seperti tak pernah ada sensor di katub terakhir otaknya sebelum sinyal diperdengarkan oleh gerakan lidah dan mulut. Bagi orang lain kemampuan untuk itu mungkin dapat dicapai jika sudah minum kebanyakan alkohol atau dalam kondisi tak sadarkan diri seperti dikala mimpi.
Tema-tema pembicaraanya sangat luas, dari basiyo sampai Daniel Richter, dari arisan sampai ranah politik luar negeri, dari urusan perut sampai urusan akhirat. Setiap orang yang kenal menjulukinya perpustakaan keliling, apapun yang sedang dibicarakan orang selalu saja dia punya data yang akurat dan sumber terpercaya, layaknya kepala badan intelejen negara.
Namun banyak juga yang tidak menyukai keterbukaannya, contohnya orang yang tidak mau nama harumnya di masyarakat dikupas ulang, alias dipertanyakan ulang, para maling berdasi misalnya. Tapi sebenarnya hal tersebut jarang bahkan belum pernah terjadi, yang malah sering dilakukannya adalah menertawakan diri sendiri, seperti badut-badut dalam sirkus, perilakunya yang otentik itu sekaligus untuk membuat senang orang lain. Yang paling mengesankan adalah kejujuran. Tak malu untuk mengakui bahwa masih ada orang lain yang lebih cakap, di atas langit masih ada langit!



Sunday 4 October 2015

Lithographie is not dead!

Sesuatu di sungai;Something in the river;irgendetwas in den Fluss;quelque chose dans la rivière
Tahun: 2015; Teknik: Lithografie; Ukuran: 107 x 75,5 cm; Edisi: 3/4

Berawal dari ingatan masa kecil tentang sungai-sungai yang dikabarkan penuh hantu gentayangan. Konon kabarnya hantu-hantu itu asalnya dari arwah korban pembantaian pada tahun 1965. Entah benar atau tidak setiap melintasi sungai-sungai tersebut, perasaan ngeri semakin menjadi-jadi, apalagi melihat tekstur terjal tebing sungai besar yang berkedung itu beserta gelap bayangan dari rimbunnya dahan pohon-pohon di pinggiran sungai.

Ketika itu setiap tahun tepatnya tanggal terakhir september melalui satu-satunya siaran stasiun televisi negeri, selalu diputar film panjang sejarah bengkok bikinan orde baru yang di sutradarai arifin c noor. Setiap tahun pula kami selalu mengulang-ulang gosip cerita tentang film itu, sampai akhirnya rezim diktator suharto diganti rezim reformasi yang sedikit terbuka, film tersebut tak di putar lagi karena ketahuan banyak bohongnya oleh para ahli sejarah. Namun bagi kami cerita yang digambarkan dalam film itu sudah menjadi bangunan yang kokoh di dalam otak sehingga butuh nyali kuat untuk memungkirinya.

Seiring dengan banyaknya membacai buku-buku sejarah yang berasal dari sumber independent, aku jadi semakin sadar kalau selama ini telah dibohongi nggak karu-karuan. Seperti kerbau yang dicocok hidungnya keadaan generasi kami. Betapa bodohnya aku jika tetap melanggengkan bangunan yang kokoh tadi, apalagi mengamini kelakuan biadab para penguasa yang ingin masalah kelam tersebut tetap tersembunyi di bawah sungai.

Selain untuk mendokumentasikan peristiwa yang tak terdokumentasikan, aku juga ingin melawan rasa takut terhadap hantu-hantu di sungai besar. Rasa hormat terhadap para korban membuat saya yakin bahwa kenyataan harus tetap dikabarkan.

Starting from childhood memories of rivers full of ghosts that reportedly haunts. The legend says the ghosts that came from the spirits of victims of the massacre in 1965. Whether true or not any crossing these rivers, horror deepened, let alone see the texture of the steep cliffs of the river and the dark shadow of a thick tree branch at the riverside.Every year, exactly on last september through sole public broadcasting television station, has always played a 4 Hour history of crooked homemade films new order which directed arifin c noor. Each year also we are always repeating gossip story of the film, until finally the regime of dictator Suharto regime reform replaced the slightly open, the film never played again because many lie unnoticed by historians. But for us the story depicted in the film was already a solid construction in the brain so that it took guts strong to deny.Along with the many history books reading that comes from independent sources, I became increasingly aware that so many lie from new order regime. Its look like a slave is the state of our generation. How stupid of me if still perpetuate a sturdy building before, let alone agrees savage behavior of the rulers who want the dark matter remains hidden beneath the river.


Saturday 3 October 2015

Curriculum Vitae


Sri Maryanto 
Born :             Klaten, Indonesia, 13 Mei 1976.
Education :     2006 Graduated S1 Faculty of Fine Art Indonesian Institut of Art, Yogyakarta.
                      2012 began to study at AdBK München, class Prof. Markus Oehlen.
email :            sri_maryanto@yahoo.com

Awards :
2001    Best Drawing at Indonesian Institut of Art (ISI Yogyakarta)
2003    3rd Winner of Indonesian Graphic Art Triennial of 2003

Art Activities :
2003    Founding ORABER - total produk grafis - grafic fine art on functional stuff like T-shirts, bags, clocks, postcards, patch.
2002    Workshop Lino Cut with Berliner Handpresse at LBK Taring Padi Yogyakarta   
Workshop Etching and Mezzotint at Studio Grafis Balekambang, Jakarta

Solo Exhibition
2014    Der sprechende Stein, Bentara Budaya Jakarta, Indonesia
2008    Under Pressure, Via Via Cafe, Yogyakarta, Indonesia
2007    Organisma Kota, Redpoint Galery, Bandung, Indonesia  
2002    Pocongan, Sanggar Caping Yogyakarta,

Group Exhibition

2016
Schwabinger 7, Galerie Nova, Praha Republik Ceko
Under My Thumb, Neu West Berlin, Berlin 
Jahresausstellung 2016, AdBK München
Andy(i) Wand, AdBK München

2015
Main Grafis, Nalar roepa, Yogyakarta
die kleine Bürger, Galerie Huren und Soehne, München
Fake for Glory, Galerie Royal München
Trienal Seni Grafis Indonesia V 2015
Jahresausstellung 2015, AdBK München
Kleines Atmen, Klasse Prof. Markus Oehlen, AdBK München
Oehlen Maschine II, Galery Robert-Weber München

2014
Jahresausstellung 2014, AdBK München
Oehlen Maschine I, Page Gallery München
Der Schmetterling im Wandel der Zeit zu Gast im Sitzungssaal, AdBK München
FKI (Festival kesenian Indonesia) ISI Yogyakarta,
Kunst, Kultur, und Respekt, BBK München, Germany
Quarrel/Lithografien, München

2013
Diversitäten III, München
Via-Via Café, Yogyakarta
Jahresausstellung 2013, AdbK München
Der Stein, Lithowerkstatt AdbK München
Sonder Ausgabe, Radier Verein München

2012
Diversitäten II, München

2011
XVI. Deutsche Internationale Grafik Triennale Frechen, Germany

2010
"The Comical Brothers", Galeri Nasional, Jakarta
"Monoprint", Gallery Andy, Grand Indonesia, Jakarta
Oraber at Jogja Art Fair III, Taman Budaya Yogyakarta
"9th World Print Annual", Miniprint Lassedra, Bulgaria
  
2009   
"Exposigns", Jogja Expo Center, Yogyakarta
"Deer Andry", Mess 56, Yogyakarta   
"History Lessons", Project room VWFA Kuala Lumpur, Malaysia
"I Report I Decide", Tujuh Bintang Art Space, Jogjakarta
"Way of Distortion", Galeri Milenium, Jakarta
"Jogja Art Fair II", Taman Budaya Yogyakarta
"8th World Print Annual", Miniprint Lassedra Bulgaria
"Oemar Bakri", Jogja Gallery, Yogyakarta
"Trienal Seni Grafis Indonesia III", in 4 Cities of Indonesia

2008   
"Seksi Nian", Jogja Gallery, Yogyakarta
"It’s fun(d)", gallery Biasa, Yogyakarta 
"Celebrating the differences", Elegance Gallery,Jakarta
"Survey" at Edwin's Gallery,Jakarta
"Graphic Art Today", Bentara Budaya Jakarta
"Graphic Art Now" , Tembi Contemporary, Yogyakarta
"Jogja Art Fair I", TBY, Yogyakarta
"Kere Munggah Bale", Bentara Budaya, Yogyakarta
"Hello Print", Edwin`s Gallery, Jakarta
"YA-SIN", Yogya Gallery, Yogyakarta
"Jogjakarta Death Match", Roommate, Yogyakarta 

2007   
"Domestik Art Objekt", Jogja Gallery
 "Neo Nation", Jogjakarta Bienalle Yogyakarta, Jogjakarta Nasional Museum, Yogyakarta 
"Jogja Printmaking", Taman Budaya Yogyakarta

2006   
"Trienal Seni Grafis Indonesia 2006" at 5 Cities (Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Malang, Bali)
Enviromental Art with Gledek 99, Bebeng, Yogyakarta
"Sedulur Gempa", Goethe Institut Jakarta

2005   
"Melihat Jagad dari Kaliurang", Djagad Galeri Akademi, Museum Ullen Sentalu, Yogyakarta
"Ligeros de Equipaje; Bagasi Ringan", Taman Budaya Yogyakarta
"Kotakatikotakita", Festival Kesenian Yogyakarta XVII, Taman Budaya Yogyakarta

2004   
"BAZART", Festival Kesenian Yogyakarta at Benteng Vredeburg Yogyakarta
"Omong Kosong", new art from Java, Australia
"Bumi untuk Semua", Benteng Vredeburg, Yogyakarta
"Third World Art Print Annuall", Miniprint Lassedra Bulgaria
Lustrum IV ISI Yogyakarta at Galeri ISI Yogyakarta
"Hari Ulang Tahun AIDS Sedunia" at Benteng Vredeburg Yogyakarta 

 2003   
"Pratisara Affandi Adhikarya 2003", Galeri ISI Yogyakarta
"Trienal Seni Grafis Indonesia 2003" at 4 cities (Jakarta, Denpasar, Yogyakarta, and Bandung)
"The 11th International Bienal Print and Drawing Exhibition 2003" R.O.C. Taiwan
"Reply", Festival Kesenian Yogyakarta XV Taman Budaya Yogyakarta
"Percakapan" (conversation), Gledek 99 at Taman Budaya Surakarta
"Hujan-hujanan" Kampus II UAJY Yogyakarta

2002   
"Jadikan Aku Pacarmu", Sanggar Caping at Benteng Vredeburg Yogyakarta
"Mengikat Hati", Sanggar Caping at British Council Jakarta
Lino Cut at 4 Warung Yogyakarta 
Lino Cut at Goethe Institut Jakarta 

2001   
Comic (Komisi) at MSD (Modern School Design) Yogyakarta
Drawing Organik, Gledek 99 at Sanggar Caping Yogyakarta
2nd Exhibition "Gledek 99" at Benteng Vredeburg Yogyakarta
Illustration II at Fine Art Faculty ISI Yogyakarta

2000   
1st Exhibition "Gledek 99" at Lorong Seni Murni ISI Yogyakarta 
Dies Natalis, Institut Seni Indonesia Yogyakarta
Colaboration Sanggar Caping and Sanggar ciprat UMS (Universitas Muhammadiyah Surakarta) 
Colaboration Sanggar Caping and UNNES (FBS Universitas Negeri Semarang)

1999   
1st  Exhibition Sanggar Caping at Gampingan, ex Fine Art and Design Faculty (FSRD ISI) Yogyakarta

das Plakat


This is me!